Salam Semangat Perawat Indonesia

Memberi Pelayanan Prima untuk Indonesia Sehat

Perawat Indonesia Chapter Stikes Nani Hasanuddin 2011

Kami Memberikan Pelayanan Prima untuk Indonesia yang Lebih Sehat

Kami Mengedukasi Indonesia Untuk Hidup Sehat

Likungan yang bersih awal dari hidup sehat. Mari bersama kita sehatkan Indonesia

Kami Perawat Indonesia Siap Menyehatkan Indonesia

Saya Sehat, Anda Sehat, kita Sehat, Indonesia Sehat, Dunia Pun Sehat

Kami Bekerja dan Memberikan Pelayanan Terbaik

Profesi perawat adalah profesi yang harus tetap dilandasi oleh sifat pelayanan kepada mereka yang membutuhkan tanpa meninggalkan sikap profesionalisme

Tentang Penulis

Merupakan alumni STIKES Nani Hasanuddin Makassar.

Tuesday, July 12, 2016

Penanganan Sumbatan Jalan Nafas



Pengelolaan Jalan Nafas Dengan Alat
     a. Oropharyngeal Tube
    Pipa orofaring digunakan untuk mempertahankan jalan napas tetap terbuka dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat menutup jalan napas pada pasien tidak sadar. Yang perlu diingat adalah bahwa pipa orofaring ini hanya boleh dipakai pada pasien yang tidak sadar atau penurunan kesadaran yang berat (GCS ≤ 8).
      b.  Nasopharyngeal Tube (pipa nasofaring)
    Untuk pipa nasofaring kontra indikasi relatifnya adalah adanya fraktur basis cranil yang ditandai dengan adanya brill hematon, bloody rhinorea, bloody otorea, dan battle sign.
       c.     Endotracheal Tube
    Intubasi endotrachea adalah gold standard untuk pembebasan jalan napas. Sehingga Intubasi endotrachea disebut juga definitive airway. Intubasi endotrakhea adalah proses memasukkan pipa endotrakheal ke dalam trakhea, bila dimasukkan melalui mulut disebut intubasi orotrakhea, bila melalui hidung disebut intubasi.
        d.     Laringeal Mask Airway (LMA)
    LMA adalah alat pembebasan jalan napas yang non-invasif yang dipasang di supraglotis. Secara umum terdiri dari 3 bagian: airway tube, mask, dan Inflation line.
    LMA disebut juga sebagai alternative airway, karena bagi tenaga yang belum berpengalaman melakukan intubasi endotrachea maka LMA inilah yang menjadi alternatif pilihan yang paling baik untuk membebaskan jalan napas

PENANGANAN SUMBATAN JALAN NAPAS PADA ORANG DEWASA
        Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian.
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain.



Tanda-Tanda Sumbatan Jalan Napas
     1. Bagian atas
          Snoring: suara seperti orang ngorok dimana pangkal lidah yang jatuh ke belakang.
          Gurgling: seperti orang berkumur dimana dikarenakan adanya cairan atau darah.
          Stridor: terjadi karena uap panas atau gas yang mengakibatkan mukosa bengkak ataupun jalan                       nafanya menjadi kasar.
       2. Bagian bawah
           Rales
           Wheezing: seperti suara biola dimana mengalami penyempitan di bronkusnya.
           Stridor

PENGELOLAAN JALAN NAPAS (AIRWAY MANAGEMENT) TANPA ALAT
Tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal, dengan tujuan untuk membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigin  tubuh.

1. Pemeriksaan Jalan Napas
L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan     dada, adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran.
L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan.
F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong.
Membersihkan jalan nafas

1. Sapuan jari (finger sweep)
    Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang.

2. Mengatasi sumbatan nafas parsial
    Dapat digunakan teknik manual thrust :
    Abdominal thrust
    Chest thrust
    Back blow.


Thursday, June 9, 2016

Perawatan Payudara Pada Masa Nifas(Setelah Melahirkan)


PERAWATAN PAYUDARA  PADA IBU HAMIL
            Perawatan payudara pada masa nifas sangat pennting di lakukan oleh para ibu untuk meningkatkan produksi Asi untuk merangsang kelenjar air susu.Perawatan payudara yang di lakukan selama masa nifas sangat berguna bagi ibu selain untuk meningkatkan produksi Asi juga mencegah kekendoran payudara selama menyusui.
Langkah perawatan payudara
Persiapan alat
1. 2 Baskom berisi air hangat dan air dingin
2. Baby oil
3. Handuk
Pelaksanaan
1. Membersihkan putting susu
     • Kapas dibasahi dengan baby oil
     • Kedua putting susu dikompres dengan kapas yang sudah dibasahi dengan minyak selama 3-5               menit
     • Kapas digosok-gosok di sekitar putting susu untuk mengangkat kotoran


2. Kedua telapak tangan berada diantara kedua belahan payudara lalu diurat mulai dari atas, ke               samping, ke bawah dan menuju ke puting susu dengan mengangkat payudara perlahan-lahan dan         dilepaskan perlahan-lahan. Pemijatan dilakukan sebanyak 30 kali.











3. Telapak tangan kiri menyokong payudara sebelah kiri dan tangan kanan dengan sisi kelingking           mengurut payudara mulai dari pangkal dada ke arah putting susu. Demikian dengan payudara             sebelah kanan. Dilakukan sebanyak 30 kali.












4. Melakukan Pengompresan
         Kompres kedua payudara dengan waslap hangat selama 2 menit, kemudian ganti dengan                      kompres waslap dingin selama 1 menit. Kompres bergantian selama 2x berturut-turut akhiri                dengan kompres air hangat.















Manfaat perawatan payudara
1. Memelihara kesehatan payudara sehingga bayi menyusui pada bayinya
2. Melenturkan putting susu sehingga bayi lebih mudah menyusu pda ibunya
3. Mengurangi luka pada payudara saat bayi menyusu.

Tuesday, June 7, 2016

Penyakit Mola hilatidosa..

         
Kehamilan mola adalah suatu kehamilan di mana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili korialis di sertai dengan degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm. Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi yang normal , tidak di jumpai adanya janin , kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur.
          Untuk kejadian mola hidatidosa, terdapat faktor sosial ekonomi yang memicu :
           a. Perkawinan pada usia muda kurang dari 15 tahun atau di atas 45 tahun.
           b.Pernah mengalami mola hidatidosa atau abortus.
           c.Kekurangan nutrisi seperti kekurangan protein, kalori dan defisiensi vitamin A
1. klasifikasikan                                                                                
         Menurut The U.S. National Institutes of Health secara klinis  pembagian mola diklasifikasikan yaitu mola komplit dan mola parsialis.
a. Mola Komplit
                   Kehamilan mola komplit yaitu kehamilan mola tanpa adanya janin. Pada pemeriksaan kandungan                   dijumpai pembesaran rahim tetapi tidak teraba bagian tubuh janin. Hal ini disebabkan 1 sperma membuahi sel telur dengan gen yang sudah tidak aktif, kemudian kromosom paternal berkembang menjadi kromosom 46 XX atau 46 XY yang sepenuhnya merupakan kromosom sang ayah, sehingga didapati perkembangan plasenta tanpa adanya janin.
b. Mola Parsialis (Inkomplit)
                      Kehamilan mola parsialis, adalah kehamilan yang terdapat perkembangan abnormal dari plasenta tetapi masih didapati janin. Kehamilan mola parsialis biasanya disebabkan karena 2 sperma membuahi 1 sel telur. Hal ini menyebabkan terjadi nya kehamilan triploidi (69 XXX atau 69 XXY), sehingga selain terjadinya perkembangan plasenta yang abnormal juga disertai perkembangan janin yang abnormal pula. Janin pada kehamilan mola parsialis biasanya juga meninggal di dalam rahim karena memiliki kelainan kromosom dan kelainan kongenital seperti bibir sumbing dan syndactily. Selain itu mola parsialis juga dapat disebabkan adanya pembuahan sel telur yang haploid oleh sperma diploid 46 XY yang belum tereduksi.
2. Penyebab
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah  :
a. Faktor ovum
 Pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma. Spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan.
b. Imunoselektif dari trofoblas
Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan respon imun ibu terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami distensi kaya nutrient. Pembuluh darah primitive di dalam vilus  tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio ‘ kelaparan’, mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi kejaringan ibu.
c. Usia
  Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi kehamilan mola. Frekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir usia subur relatif tinggi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam usia subur dapat terjadi kehamilan mola.
d. Faktor gizi (defisiensi protein, asam folat, histidin, dan beta karoten)
 Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, Sesuai dengan fungsi gizi khususnya protein yaitu untuk pembentukan jaringan atau fetus sehingga apabila terjadi kekurangan protein saat hamil dapat menyebabkan gangguan pembentukan fetus secara sempurna yang menimbulkan jonjot – jonjot korion berupa molahidatidosa.
e. Paritas tinggi
 Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi kehamilan molahidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetik yang dapat diidentifikasikan dengan penggunaan stimulandrulasi seperti klomifen atau menotropiris (personal). Namun juga tidak dapat dipungkiri pada primipara pun dakpat terjadi kehamilan molahidati
f. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
 Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan penyakit ( desease ). Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba ( kuman atau virus ) yang termasuk virulensinya seta daya tahan tubuh.
3. Manifestasi Klinis
          Pada stadium awal, tanda dan gejal mola hidatidosa tidak dapat dibedakan dari kehamilan normal, kemudian perdarahan pervagina terjadi pada hampir setiap kasus. Pengeluaran pervagina mungkin berwarna coklat tua (menyerupai juice prune) atau merah terang, jumlahnya sedikit-sedikit atau banyak, itu berlangsung hanya beberapa hari atau terus-menerus untuk beberapa minggu. Pada awal kehamilan beberapa wanita mempunyai uterus lebih besar dari pada perkiraan menstruasi berakhir, kira-kira 25% wanita akan mempunyai uterus lebih kecil dari perkiraan menstruasi terakhir.
Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai berikut:
a. Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih nyata dari kehamilan biasa dan amenor
b. Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna kecoklatan seperti bumbu rujak. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola seperti anggur
c. Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua kehamilan
seharusnya.
d. Tidak teraba bagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin serta tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.
e. Kadar gonadotropin tinggi dalam darah serum pada hari ke 100 atau lebih sesudah  periode menstruasi terakhir.
4. Patofisiologi
Jonjot-jonjot korion tumbuh  berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya didalamnya tidak berisi embrio. Secara histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah satu janin tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari satu cm. mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung-gelembung mola. Secara mikroskopik terlihat trias :
a. Poliferasi dari trofoblast
b. Degenerasi hidropik dari stroma vili dan kesembaban
c. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
Ada beberapa teori yang dapat menerangkan patofisiologi penyakit ini.
a. Teori missed abortion.
Kematian mudigan pada usia kehamilan 3-5 minggu saat dimana seharusnya sirkulasi fetomaternal terbentuk menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi ibu diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut menyerupai cairan ascites atau edema tetapi kaya akan HCG
b. Teori neoplasma dari park
Teori ini mengemukakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigan. Sebagian dari vili berubah menjadi gelembung-gelembung yang berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsial kadang-kadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.
5. Komplikasi
Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:
a. Anemia, Perdarahan yang berulang – ulang dapat menyebabkan anemia. Anemia adalah defisiensi besi sering dijumpai dan kadang – kadang terdapat eritropoiesis megaloblastik, mungkin akibat kurangnya asupan gizi karena mual dan muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas yang cepat berproliferasi.
b. Syok, Perdarahan yang hebat dapat menyebabkan syok, bila tidak segera ditangani dapat berakibat fatal. Perdarahan mungkin terjadi sesaat sebelum abortus, atau yang lebih sering terjadi secara intermiten selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Efek dilusi akibat hipervolemia yang cukup berat dibuktikan terjadi pada sebagian wanita yang molahidatidosanya lebih besar. Kadang – kadang terjadi perdarahan berat yang tertutup di dalam uterus
c. Tirotoksikosis/ Hipertiroidisme, Pada kehamilan biasa, plasenta membentuk Human Chorionic Thyrotropin (HCT). Pada trimester-1, T4 (tiroksin) meningkat antara 7-12 mg/100 ml, sedangkan T3 (triyodotiroin) tidak terlalu banyak meningkat, Pada penyakit molahidatidosa perubahan fungsi tiroid lebih menonjol lagi. Kadar T4 dalam serum biasanya melebihi 12 mg/100 ml, akibatnya kadar T4 bebas lebih tinggi.
d. Infeksi sekunder.
e. Perforasi uterus (perlubangan pada rahim) terjadi saat melakukan tindakan kuretase (suction curettage) terkadang terjadi karena uterus luas dan lembek (boggy). Jika terjadi perforasi, harus segera diambil tindakan dengan bantuan laparoskop.
f. Keganasan ( penyakit trofoblas gestasional) Penyakit trofoblas ganas (malignant trophoblastic disease) berkembang pada 20% kehamilan mola. Oleh karena itu, quantitative HCG sebaiknya dimonitor terus-menerus selama satu tahun setelah evakuasi (postevacuation) mola sampai hasilnya negatif. diafragma dan pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pada saat penderita datang kontrol•
  Pemeriksaan kadar β-hCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan kadar β-hCG normal tiga kali berturut-turut•
 Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai kadar β-hCG normal selama 6 kali berturut-turut•
 Bila terjadi remisi spontan (kadar β-hCG, pemeriksaan fisis, dan foto thoraks setelah saru tahun semua-nya normal) maka penderita tersebut dapat berhenti menggunakan kontrasepsi dan hamil lagi.•
 Bila selama masa observasi kadar β-hCG tetap atau bahkan meningkat  pada pemeriksaan klinis, foto thoraks ditemukan adanya metastase maka penderita harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.•





Sunday, June 5, 2016

Penyakit Stroke

Stroke adalah gangguan peredaran darah cerebral yang disebabkan oleh berbagai faktor dan berakibat adanya gangguan neurologis.
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.
WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.

1.ETIOLOGI

   Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke hemorragik.
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% . Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
    a.Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
    b. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
     c.Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:

  1.   Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
  2.   Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid
(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi
otak).
Faktor Resiko Stroke :
        a. Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi), Kolesterol,                          Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), Gangguan jantung, diabetes, Riwayat stroke dalam keluarga, Migrain.
          b. Faktor resiko perilaku, antara lain Merokok (aktif & pasif), Makanan tidak sehat (junk food,               fast food), Alkohol, Kurang olahraga, Mendengkur, Kontrasepsi oral, Narkoba, Obesitas.
          c.80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis, Menurut statistik. 93% pengidap                   penyakit trombosis ada hubungannya dengan penyakit tekanan darah tinggi.
          d. Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman (marah-marah), terlalu                banyak minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi makanan yang berlemak.

2. PATOFISIOLOGI

       Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah  dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merusak dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal

3. MANIFESTASI KLINIK

       Stroke hemoragik (istonik), gejala utamanya adalah timbulnya defisit neurologis secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun kecuali bila embolus cukup besar. Biasanya terjadi pada usia > 50 tahun.
        Menurut WHO, dalam International Statistical Classification Of Diseases And Related Health Problem, stroke terbagi atas :
        1.Perdarahan intraserebral (PIS)
        2.  Perdarahan subaraknoid (PSA)
Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Sering sekali siang hari saat aktivitas atau emosi/marah. Sikap nyeri kepalanya snagat hebat sekali. Mual dan muntah sering terjadi pada permulaan serangan hemiparesis biasa terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasa menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23%  antara ½ sampai dengan 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari. Pada pasien dengan PSA didapatkan gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsangan meningkat. Edema popil dapat terjadi bila ada perdarahan subhialoid atau karotis interna.
Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat dan ringannya ganguan pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa :
        1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbulnya mendadak
        2. Gangguan sensiblitas pada satu atau lebih anggota badan (ganguan hemisensorik)
        3. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, latergi, stupor atau koma)
        4.   Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan memahami ucapan)
        5. Disartria (bicara pelo atau cadel)
        6. Gangguan penglihatan atau diplopia
        7.Ataksia (trunkal atau aggota badan)
        8.Vertigo, mual dan muntah atau nyeri kepala

4.  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

        a. Scan tomografi komputer bermanfaat untuk membandingkan lesi serebrovaskular, dan lesi                    non vaskuler, misalnya hemoragi subdural, abses otak, tumor atau hemoragi intraserebral dapat dilihat pada CT scan.
         b.Angiografi digunakan untuk membedakan lesi serebrovaskuler dengan lesi non vaskuler.                     Penting untuk diketahui apakah terdapat hemoragi karena informasi ini dapat membantu dokter memutuskan dibutuhkan pemberian antikoagulan atau tidak.
          c.MRI dapat juga membantu dalam membandingkan diagnosa stroke.
          d.Pemeriksaan ultrasonografi atau doppler yang merupakan prosedur non invasif, sangat membantu dalam mendiagnosa sumbatan arteri karotis.
           e. Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) dapat membantu menentukan apakah terdapat disritmia, yang dapat menyebabkan stroke.
           f.  Peningkatan Hb & Ht terkait dengan stroke   berat

            g.      CT Scan
            h.      Untuk mengetahui lokasi perdarahan, infark dan bekuan darah di daerah sub arachnoid

5.  PENATALAKSANAAN

        Penatalaksanaan stroke yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Hal yang harus dilakukan adalah :
       1.Pertimbangan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal napas’
       2.  Berikan oksigen 2-4 liter/ melalui kanula hidung.
Penatalaksanaan stroke yang lain adalah :
        a.Penggunaan vasodilator dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan aliran darah otak                       dengan menurunkan tekanan darah sistemik dan menurunkan aliran darah anastomosis intra                  serebral.
         b.Antikoagulasi dapat diberikan melalui intavena dan oral, namun pemberiannya harus dipantau            secara terus menerus untuk mencegah overdosis obat sehingga mengakibatkan meningkatnya              resiko perdarahan intra serebral.
         c.Jika klien mengalami sakit kepala dan nyeri pada leher biasanya diberikan obat analgesic                     ringan, sejenis codein dan acetaminophen. Sering dihindari pemberian obat narkotik yang                     kuat, karena dapat menenangkan klien dan menyebabkan pengkajian tidak akurat.
          d.Jika klien mengalami kejang, berikan obat fenitoin (dilantin) atau phenobarbaital. Hindari                     pemberian obat jenis barbiturate dan sedative lainnya. Jika klien demam berikan obat                          antipiretik.

6. KOMPLIKASI

     a. Hipoksia serebral
         Fungsi otak tergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirim ke jaringan. Pemberian oksigen          suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan            membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
      b .Aliran darah serebral
          Bergantung pada tekanan darah, curah jantung dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi           adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran          darah serebral, hipertensi atau hipotensi eksterm perlu dihindari untuk mencegah perubahan                 pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera





Penyakit Sinusitis

       Sinusitis adalah infeksi sinus, peradangan yang terjadi pada rongga sinus. Sinus itu sendiri sering        pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga udara yang terdapat di area wajah yang                terhubung dengan hidung yang berfungsi untuk menjaga kelembaban hidung, dan menjaga                   pertukaran udara di daerah hidung. Rongga ini berjumlah empat pasang kiri dan kanan, yaitu:

  • Sinus Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis.
  • Sinus Maxillary, terletak di antara tulang pipi, tepat di samping hidung.
  • Sinus Ethmoid, terletak di antara mata, tepat di belakang tulang hidung.
  • Sinus Sphenoid, terletak di belakang sinus ethmoid dan di belakang mata.

2. Etiologi

      Sinusitis dapat terjadi bila terdapat gangguan pengaliran udara dari dan ke rongga sinus serta adanya gangguan pengeluaran cairan mukus.
Sinusitis dapat terjadi akibat dari beberapa faktor dibawah ini:
      • Bulu-bulu halus di dalam rongga sinus (silia) tidak bekerja secara maksimal. Rambut halus (silia) yang selalu bergerak untuk mendorong cairan mukus keluar dari rongga sinus. Asap rokok merupakan biang kerok dari rusaknya rambut halus ini sehingga pengeluaran cairan mukus menjadi terganggu. Cairan mukus yang terakumulasi di rongga sinus dalam jangka waktu yang lama merupakan tempat yang nyaman bagi hidupnya bakteri, virus dan jamur. Seperti Streptococcus pneumonia, Hamophilus influenza.
       • Flu dan alergi menyebabkan lendir diproduksi secara berlebih yang bisa menutupi rongga sinus. Ketika sinusitis terjadi karena infeksi bakteri ataupun virus, maka akan terjadi infeksi pada rongga sinus. Kadangkala infeksi sinus terjadi setelah kita mengalami flu. Virus flu tersebut akan menyerang lapisan rongga sinus, menyebabkan lapisan sinus bengkak dan rongga sinus menjadi mengecil. Tubuh bereaksi terhadap virus tersebut dengan memproduksi lebih banyak lendir. Tetapi karena rongga sinus mengecil maka lendir terperangkap di dalam rongga sinus dan menjadi tempat tumbuhnya bakteri. Bakeri tersebutlah yang menyebabkan terjadinya infeksi sinus. Sehingga lubang ini menjadi buntu dan mengganggu aliran udara sinus serta pengeluaran cairan mukus.
       • Adanya polip pada hidung yang dapat menutupi rongga sinus.
       • Berenang atau menyelam dapat meningkatkan resiko terkena sinusitis. Jadi harus dihindari karena menyelam bisa menyebabkan air dapat masuk ke dalam sinus sehingga menimbulkan sumbatan atau infeksi.

3. Klasifikasi

    Sinusitis dapat dibagi menjadi tiga tipe besar yaitu:

  • Berdasarkan lokasi (sinusitis frontalis, maksilaris, ethmoid, dan sphenoid).
  • Berdasarkan lamanya penyakit (akut, subakut, kronis). Disebut sinusitis akut bila lamanya penyakit kurang dari 30 hari. Sinusitis subakut bila lamanya penyakit antara 1 bulan sampai 3 bulan, sedangkan sinusitis kronis bila penyakit diderita lebih dari 3 bulan.

            Berdasarkan jenis peradangan yang terjadi (infeksi dan non infeksi). Sinusitis infeksi biasanya disebabkan oleh virus walau pada beberapa kasus ada pula yang disebabkan oleh bakteri. Sedangkan sinusitis non infeksi sebagian besar disebabkan oleh karena alergi dan iritasi bahan-bahan kimia.

4. Patofisiologi

       Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang.
Gangguan penyerapan dan aliran udara di dalam sinus, menyebabkan juga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi oleh selaput permukaan sinus akan menjadi lebih kental dan menjadi mudah untuk bakteri timbul dan berkembang biak. Bila sumbatan terus-menerus berlangsung akan terjadi kurangnya oksigen dan hambatan lendir, hal ini menyebabkan tumbuhnya  bakteri anaerob selanjutnya terjadi perubahan jaringan.

5. Manifestasi klinik


  • Demam
  • Wajah pucat
  • Perubahan warna pada ingus
  • Hidung tersumbat
  • Berkurangnya indera penciuman
  • Batuk, biasanya akan memburuk saat malam
  • Nyeri menelan
  • Napas berbau (halitosis)
  • •Sakit gigi

6. Pemeriksaan Penunjang

Sinusitis sebagian besar sudah dapat didiagnosa hanya berdasarkan pada riwayat keluhan pasien serta pemeriksaan fisik yang dilakukan dokter. Hal ini juga disebabkan karena pemeriksaan menggunakan CT Scan dan MRI yang walaupun memberikan hasil lebih akurat namun biaya yang dikeluarkan cukup mahal. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan adanya kemerahan dan pembengkakan pada rongga hidung, ingus yang mirip nanah, serta pembengkakan di sekitar mata dan dahi. Pemeriksaan menggunakan CT Scan dan MRI baru diperlukan bila sinusitis gagal disembuhkan dengan pengobatan awal. Rhinoskopi, sebuah cara untuk melihat langsung ke rongga hidung, diperlukan guna melihat lokasi sumbatan ostia. Terkadang diperlukan penyedotan cairan sinus dengan menggunakan jarum suntik untuk dilakukan pemeriksaan kuman. Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan jenis infeksi yang terjadi.

7. Komplikasi

      Komplikasi yang serius tapi jarang terjadi, namun kemungkinan yang paling gawat adalah penyebaran infeksi ke otak yang dapat membahayakan kehidupan.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah
1. Radang amandel
2. Kelainan pada orbita ; Terutama disebabkan oleh sinusitis ethmoidalis karena letaknya yang berdekatan dengan mata, Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum, Edema palpebra, Preseptal selulitis, Selulitis orbita tanpa abses, Selulitis orbita dengan sub atau extraperiostel abses, Selulitis orbita dengan intraperiosteal abses, Trombosis sinus cavernosus
3. Kelainan intrakranial : Abses extradural, subdural, dan intracerebral, Meningitis, Encephalitis, Trombosis sinus cavernosus atau sagital
4. Kelainan pada tulang : Osteitis, Osteomyelitis
5. Kelainan pada paru : Bronkitis kronik, Bronkhiektasis
6. Otitis media
7. Toxic shock syndrome
8. Mucocele, pyococele





Penyakit Steven- Jhonson

     
Steven Johnson merupakan sindrom kelainan kulit pada selaput lendir orifisium mata gebital. Prediksi : mulut, mata, kulit, ginjal, dan anus. Steven Johnson tersebut disebabkan oleh beberapa mikroorganisme virus. Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.4Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A. M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan. Angka kejadian Sindrom Steven Johnson sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Sindrom Steven Johnson dapat timbul sebagai gatal- gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti keropeng pada kulit. Namun pada keadaan-keadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS angka kejadiannya dapat meningkat secara tajam. Dari data diatas penulis tertarik mengangkat kasus Sindrom Steven Johnson karena Sindrom Steven Johnson sangat berbahaya bahkan dapat menyebabkan kematian. Sindrom tidak menyerang anak dibawah 3 tahun, dan penyebab Sindrom Steven Johnson sendiri sangat bervariasi ada yang dari obat-obatan dan dari alergi  yang hebat, dan ciri-ciri penyakit Steven Johnson sendiri gatal-gatal pada kulit dan badan kemerah-merahan dan Sindrom ini bervariasi ada yang berat dan ada yang ringan

     1.
Pengertian

  • Syndrom Steven Johnson adalah Syndrom yang mengenai kulit, selaput lendir orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel / bula dapat disertai purpura.
  • Syndrom Steven Johnon adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari eropsi kulit, kelainan mukosa dan konjungtivitis
  • Syndrom Steven Johnson adalah syndrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel / bula, dapat disertai purpura yang dapat mengenai kulit, selaput lendir yang oritisium dan dengan keadaan omom bervariasi dan baik sampai buruk.
  • Jadi syndrom steven johnson adalah suatu syndrom berupa kelainan kulit pada selaput lendir oritisium mata genital.

2.  Etiologi

       Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab, adalah :
      a.Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti- peuritik ).

  •  Penisilline dan semisintetiknya
  • Sterptomecine
  • sulfonamida
  • Tetrasiklin
  • Anti piretik / analgetik ( dentat, salisil / perazolon, metamizol, metampiron, dan paracetamol ).
  • Kloepromazin
  • Karbamazepin
  • Kirin antipirin
  • Tegretol

      b.Inspeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur, dan parasit ).
      c.Neoplasma dan faktor endoktrin.
      d.Faktor fisik ( sinar matahari, radiasi, sinar x ).
       e.Makanan.

3.Klasifikasi

     Dalam dunia medis, sindrom Stevens-Johnson dapat dianggap dan disepakati sebagai bentuk ringan dari nekrolisis epidermal toksik yang kondisi ini baru pertama kali diakui pada tahun 1922.
Sindrom Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik ini kadang dikelirukan dan tidak sama dengan eritema multiforme/infeksi herpes. Walau eritema multiforme kadang-kadang disebabkan oleh alergi dan reaksi terhadap obat, namun kasusnya lebih sering diakibatkan oleh hipersensitivitas tipe III reaksi terhadap infeksi virus, yang kebanyakan diakibatkan oleh virus Herpes simpleks dan relatif lebih jinak. Meskipun sindrom Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik kadang pula disebabkan oleh infeksi, namun penderitanya lebih sering diakibatkan oleh alergi dan efek samping dari obat-obatan tertentu. Namun sindrom ini lebih berbahaya dibandingkan dengan infeksi virus herpes

4. Patofisiologis

      Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibody yang mikro presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komlemen.
Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan leozim dan menyebab kerusakan jaringan pada organ sasaran ( target- organ ). Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi radang.
Reaksi hipersensitif tipe III
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibody yang bersikulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah bitir.
Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe ini mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memtagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut.
Reaksi hipersensitif tipe IV
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T. Penghasil limfokin atau sitotoksik atau suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat ( delayed ) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.


5. Manifestasi klinik

      Syndrom ini jarang dijumpai pada usia 8 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat.
Pada syndrom ini terlihat adanya trias kelainan, berupa :
       a.Kelainan kulit.
Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikeldan bula. Vesikel dan bulakemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu juga dapat terjadi purpura, pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.
      b.Kelainan selaput lendir
Kelaianan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut ( 100 % ) kemudian disusul oleh kelainan alat dilubang genetol ( 50 % ), sedangkan dilubang hidung dan anus jarang ( masing-masing 8 % dan 4 % ).
c.Kelainan mata.
    Kelainan mata merupakan 80 % diantara semua kasus yang tersering telah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis parulen, peradarahan, alkus korena, iritis dan iridosiklitis. Disamping trias kelainan tersebut dapat pula dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya : notritis, dan onikolisis.

6.Komplikasi
   Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumia yang didapati sejumlah 80 % diantara seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah, gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan syoek pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan laksimasi.


7.Pemeriksaan Penunjang
    Tidak didapatkan pemeriksaan laboratorium yang dapat membeku dalam menegakkan diagnosis.CBC ( complek blood count ) bisa didapatkan sel darah putih yang normal atau leukositosis non spesifik, peningkatan jumlah leukosit kemungkinan disebabkan karena infusi bakteri.
b.Kultur darah, urin dan luka merupakan indikasi bila dicurigai, penyebab infeksi.
Tes lainya :
Biopsi kulit memperlihatkan luka superiderma
Adanya mikrosis sel epidermis
Infiltrasi limposit pada daerah ferifask.

7. Pencegahan

      karena sebagaian besar SJS ini dipicu oleh masalah obat, ada baiknya jika kita lebih berhati-hati untuk meminum obat saat kita ataupun ada salah satu anggota keluarga kita yang sakit. Tubuh kita memiliki “alarm” yang kadangkala kita sepelekan. Padahal saat “alarm” itu berbunyi, kita diharuskan untuk istirahat, jangan tunggu sampai drop dulu baru istirahat total. Andaikata kita terpaksa harus ke dokter , sebaiknya kita tahu obat-obat apa saja yang diresepkan, apalagi jika yang diresepkan itu sudah dalam bentuk puyer kita bahkan tidak tahu obat apa saja yang dicampur dalam satu puyer itu, untuk itu menjadi pasien yang cerewet tidak ada salahnya toh itu juga untuk kebaikan kita. Satu hal lagi, jika sakitnya berlanjut, atau setelah obat yg diresepkan habis tidak ada perubahan sebaiknya langsung melakukan pengecekan ke laboratorium atau Rumah sakit ,agar diketahui penyakitnya dengan jelas, hal ini dimaksudkan agar pemberian obat disesuaikan dengan kadar dan penyakitnya. Bukan berarti tidak percaya dengan diagnosis dokter, akan tetapi  jika kita melakukan pengecekan secara menyeluruh,  akan memudahkan dokter untuk memberikan obat yang sesuai dengan penyakit yang sedang kita derita.

8. Pemeriksaan penunjang

       Sampel dari tenggorokan, cairan dari blister dan bangku berbudaya dalam laboratorium dan setelah jumlah mereka dibesarkan oleh mengerami mereka dalam budaya media di laboratorium mereka diperiksa di bawah mikroskop.EV71 dapat melepaskan di bangku selama beberapa minggu dan bangku sampel dengan mengambil mengepel dubur juga sesuai untuk diagnosis virus. Pemeriksaan jenis ini biasanya mungkin memakan waktu dan hasil sering datang setelah infeksi telah diselesaikan.
        Jenis prosedur diagnostik namun penting dalam menentukan penyebab wabah dan epidemi. Bangku sampel tidak memberikan gambaran tentang infeksi baru-baru ini tetapi cairan dari blister sering diagnostik infeksi.
        • Darah dan serum sampel serta cairan serebrospinal mungkin dikirim untuk deteksi virus. CSF              sampel penting dalam kasus-kasus rumit dengan virus atau aseptic meningitis.
       • Reverse transkripsi oleh reaksi berantai polimerase (RT-PCR) digunakan untuk mendeteksi                   virus dalam sampel. Ini mendeteksi gen virus atau DNA dan RNA dalam sampel.
Steven Johnson merupakan sindrom kelainan kulit pada selaput lendir orifisium mata gebital. Prediksi : mulut, mata, kulit, ginjal, dan anus. Steven Johnson tersebut disebabkan oleh beberapa mikroorganisme virus. Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.4Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A. M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan. Angka kejadian Sindrom Steven Johnson sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Sindrom Steven Johnson dapat timbul sebagai gatal- gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti keropeng pada kulit. Namun pada keadaan-keadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS angka kejadiannya dapat meningkat secara tajam. Dari data diatas penulis tertarik mengangkat kasus Sindrom Steven Johnson karena Sindrom Steven Johnson sangat berbahaya bahkan dapat menyebabkan kematian. Sindrom tidak menyerang anak dibawah 3 tahun, dan penyebab Sindrom Steven Johnson sendiri sangat bervariasi ada yang dari obat-obatan dan dari alergi  yang hebat, dan ciri-ciri penyakit Steven Johnson sendiri gatal-gatal pada kulit dan badan kemerah-merahan dan Sindrom ini bervariasi ada yang berat dan ada yang ringan.

Saturday, June 4, 2016

Penyakit Osteoporosis

   
 Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis.
Penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. 
      Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis berdasar Studi di Indonesia.Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. (Yayasan Osteoporosis Internasional) Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun. (Yayasan Osteoporosis Internasional) Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. (Yayasan Osteoporosis Internasional) Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. (depkes, 2006). 
      Berdasar data Depkes, jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dan merupakan Negara dengan penderita osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara Cina.
Peran perawat adalah memberikan pengetahuan mengenai osteoporosis, program pencegahan, pengobatan, cara mengurangi nyei dan mencegah terjadinya faktur. 

1. PENGERTIAN
     Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang ( Tandra, 2009)
      Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
     Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).
     Tulang adalah jaringan yang hidup dan terus bertumbuh. Tulang mempunyai struktur, pertumbuhan dan fungsi yang unik. Bukan hanya memberi kekuatan dan membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang juga terus mengalami perubahan karena berbagai stres mekanik dan terus mengalami pembongkaran, perbaikan dan pergantian sel. 
Untuk mempertahankan kekuatannya, tulang terus menerus mengalami proses penghancuran dan pembentukan kembali. Tulang yang sudah tua akan dirusak dan digantikan oleh tulang yang baru dan kuat. Proses ini merupakan peremajaan tulang yang akan mengalami kemunduran ketika usia semakin tuaPembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia akil balig atau pubertas, ketika tulang menjadi makin besar, makin panjang, makin tebal, dan makin padat yang akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 25-30 tahun. Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah usia 30 tahun, yang akan makin bertambah setelah diatas 40 tahun, dan akan berlangsung terus dengan bertambahnya usia, sepanjang hidupnya. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat pada osteoporosis ( Tandra, 2009).

2. KLASIFIKASI 
      Klasifikasi osteoporosis dibagi kedalam dua kelompok yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder. osteoporosis primer terdapat pada wanita postmenopause(postmenopause osteoporosis) dan pada laki-laki lanjut usia (senile osteoporosis). Penyebab osteoporosis belum diketahui dengan pasti. Sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oeh penyakit yang berhubung dengan chusing’s diseases, hipertiriodisme,hiperparatiroidisme, hipogonadisme, kelainan hepar, gagal ginjal kronis, kurang gerak , kebiasaan minum alkoho, pemakaian obat-obatan /kortikosteroid, kelebihan kafein, dan merokok.
  Djuwantoro D (1996), membagi osteoporois menjadi osteoporosis postmonopouse(tipe 1), osteoporosis involutional (tipe 2), osteoporosis idipopatik, osteoporosis juvenil, dan osteoporosis sekunder.
     1.Osteoporosis post menopouse (tipe 1)
      Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulit putih dan asia. Bentuk osteoporosis ini disebabkan percepatan resopsi tulang yang berlebihan dan lama setelah penurunan sekresi hormon estrogen pada masa monopouse.
     2.Osteoporosis involutional (tipe 2)
   Terjadi pada usia 75 tahun pada permpuan maupun laki-laki. Tipe ini diakibatkan oleh ketidakseimbangan yang samar dan lama antara kecepatan resorpsi tulang dengan kecepatan pembentukan tulang.
     3. Osteoporosis idipopatik
        Adalah tipe osteoporosis primer yang jarang terjadi pada wanita premonopouse dan pada laki-laki yang berusia dibawah 75 tahun . tipe ini tidak berkaitan dengan penyebab sekunder atau faktor risiko yang mempermudah timbulnya penurunan densitas tulang.  
    4. Osteoporosis juvenil
     Merupakan bentuk yang jarangterjadi dan bentuk osteoporosi s yang erjadi pada anak-anak prepubertas.
     5. Osteoporosis sekunder
        Penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menyebabkan fraktur atrauatik akibat faktor ekstrinsik eperti kelebihan kortikosteroid, artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status hipogonade dan lain- lain. 

3. ETIOLOGI 
        Ada 2 penyebab utama osteoporosis yaitu : 
  • Pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun. Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.
  • Gangguan pengaturan metabolisme kalsium dan fosfatGangguan metabolisme kalsium dan fosfat dapat dapat terjadi karena kurangnya asupan kalsium, sedangkan menurut RDA konsumsi kalsium untuk remaja dewasa muda 1200mg, dewasa 800mg, wanita pasca menopause 1000 – 1500mgmg, sedangkan pada lansia tidak terbatas walaupun secara normal pada lansia dibutuhkan 300-500mg. oleh karena pada lansia asupan kalsium kurang dan ekskresi kalsium yang lebih cepat dari ginjal ke urin, menyebabkan lemahnya penyerapan kalsium. Selain itu, ada pula factor risiko yang dapat mencetuskan timbulnya factor penyakit osteoporosis yaitu: 

           1. Factor genetika 
             Karena osteoporosis begitu umum, banyak orang pernah melihat dampaknya dan khawatir menderita  penyakit tersebut. Osteoporosis merupakan bagian dari proses penuan, namun tidak semua orang terserang. Peran factor genetic pada osteoporosis tidak diragukan lagi. Besarnya massa tulang tertinggi sangat ditentukan oleh gen , namun semakin lanjut usia peranan factor lain semakin besar dan mungkin menentukan timbulnya osteoporosis.
          2.Menopause dini
          Menopause adalah saat seorang wanita berhenti haid, biasanya terjadi pada sekitar usia 50 tahun, namun diatas 45 tahun dapat dianggap normal. Menopause yang terjadi sebelum usia ini, baik scara alami ataupun akibat pengangkatan indung telur, radiasi atau pengobatan kanker dianggap terlalu dini. Wanita yang mengalami menopause dini, atau yang mengalami defisiensi estrogen akibat sebab lain, seperti penyakit jantung , memiliki risiko lebih tinggi terserang osteoporosis. 
         3.Amenore
            Amenore(tidak mendapatkan haid) sebelum menopause biasa terjadi karena beberapa hal. Hal ini umum terjadi pada wanita dengan anoreksia nervosa dan wanita kurus melakukan olaraga berat misalnya atlet professional , pesenam, dan penari balet. Amenore juga terjadi  pada wanita dengan penyakit kronis, seperti beberapa penyakit hati atau radang usus.ada pula gangguan yang disebabkan oleh penyakit system reproduksi yang mengakibatkan tidak terbentuknya hormone seks pada masa pubertas, sehingga haid terlambat atau tidak dimulai sama sekali. Amenore dikaitkan dengan rendahya produksi hormon seks estrogen. 
           4.Kanker 
      Ada beberapa jenis kanker yang dihubungkan dengan cepatnya kerusakan tulang yang mengakibatkan osteoporosis. Yang paling umum adalah myeloma, yaitu kanker sumsum tulang.
           5.Factor gaya hidup 
            Banyak aspek kehidupan sehari-hari yang memperngaruhi tulang kita termasuk pola makan, aktivitas fisik, konsumsi alcohol, dan merokok. Walaupun pengaruhnya terhadap massa tulang relative lebih kecil dibandingkan dengan factor- factor yang telah disebut sebelumnya, factor- factor ini penting karena biasa kita ubah untuk mengurangi risiko osteoporosis. 
           6.Pola makan 
           Banyak factor dalam pola makan yang mempengaruhi tulang. Kecilnya asupan kalsium semasa kecil dan remaja bissa menyebabkan rendahnya massa tulang tertinggi dan kurangnya kalsium dalam makanan menambah penurunan massa tulang. Kekurangan vitamin D yang sering terkait dengan kekurangan kalsium membuat tulang lunak (osteomalasia) dan meningkatkan penurunan massa tulang dan risiko patah tulang. Asupan protein , kafein dan garam yang tinggi memperbesar risiko osteoporosis. 
           7.Kurang gerak 
          Kurang aktif secara fisik di masa kanak-kanak dan remaja bias mengurangi massa tulang tertinggi, sedangkan kurang gerak secara umum akan mempercepat turunnya massa tulang . pada lansia kurang gerak sering menyebabkan lemahnya otot dan tingginya risiko terjatuh dan patahtulang .  

8. PATOFISIOLOGI 
    Tulang adalah struktur hidup, tersusun oleh protein dan mineral yang terus mengalami penghancuran dan pembentukan kembali. Osteoporosis biasa terjadi akibat proses penuan normal , ketika laju penghancuran meningkat sedangkan pembentukan kembali menurun, sehingga tulang menjadi  keropos dan rapuh.Tulang normal terdiri dari lapisan tulang padat yang mengililingi lempengan dan serabut tulang (tulang berongga) yang diselingi sumsum tulang. Penyusun utama tulang sesungguhnya adalah protein yang disebut kolagen serta mineral tulang yang mengandung kalsium. Tulang adalah jaringan hidup yang harus terus diperbaharui untuk menjaga kekuatannya. Tulang yang tua selalu dirusak dan digantikan oleh tulang yang baru dan kuat. Bila proses ini yang terjadi di permukaaan tulang dan disebut peremajaan tulang tidak terjadi, rangka kita akan rusak karena keletihan ketika kita masih muda. Ada dua jenis sel utama dalam tulang yakni osteoklast yang merusak tulang, dan osteoblast yang membentuk  tulang baru. Kedua sel dibentuk dalam sumsum tulang.
Saat kita bertambah tua oasteoklast lebih aktif dan osteoblast kurang aktif, sehingga tulang lebih banyak dirusak dan lebih sedikit dibentuk dan terjadi pengurangan massa tulang menyeluruh. 

9. MANIFESTASI KLINIK
    Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang.
 Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut: 
      1)Tinggi badan berkurang.
      2) Bungkuk atau bentuk tubuh berubah.
     3)Patah tulang. 
     4) Nyeri bila ada patah tulang (Tandra, 2009).

10. PEMERIKSAAN PENUNJANG 
        1.)Bone Mineral Density (BMD)
Suatu pemeriksaan yang mengukur densitas/kepadatan mineral dalam tulang dengan sinar X khusus, CT scan atau ultrasonografi. 
Informasi ini menunjukkan kepadatan tulang saat pemeriksaan dilakukan. BMD tidak dapat memprediksi densitas tulang pada waktu yang akan datang. 
Lab Kedungdoro (Jl. Kedungsari 84A) mengerjakan USG Tulang, bila hasil T-score di bawah minus 2.5 berarti osteoporosis. Hasil antara minus 1 dan minus 2.5 berarti osteopenia ( awal dari osteoporosis).
       2.)Pemeriksaan Laboratorium : Penanda Biokimia Tulang
Pemeriksaan ini menggunakan sampel darah, mewakili proses reformasi tulang, sehingga memberikan informasi mengenai ketidakseimbangan potensial antara pembentukan dan resorbsi tulang. 
Risiko tulang patah/retak sebagai dampak osteoporosis ternyata tidak selalu berhubungan dengan penurunan nilai BMD, sehingga dibutuhkan kombinasi dengan pemeriksaan penanda tulang yang lebih baik. Pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan metabolisme kalsium yang meliputi kalsium total, fosfat, kalsium urine, fosfat urine. Penanda biokimia tulang seperti fosfatase alkali serum. Vitamin D3 (25-OH) Total tersedia di Lab Kedungdoro untuk mengetahui kesehatan tulang. 
Bila hasil kurang dari 30 ng/mL (75 nmol/L), berarti tulang tidak sehat sehingga mudah osteopenia maupun osteoporosis.
          3.)Tes Laboratorium Rutin Osteopenia/ Osteoporosis:
Bone Densitometry atau USG Tulang (Lab Kedungdoro, Jln Kedungsari 84A). Bila hasil T-Score antara minus 1 dan minus 2,5 berarti osteopenia (awal dari osteoporosis). 
Kadar Kalsium (Ca) dalam darah menurun , kadar Fosfat (P/PO4) dalam darah meningkat disertai iPTH (Hormon Paratiroid) meningkat dan kadar Vitamin D3(25-OH) Total yang menurun. Hal ini sering dijumpai pada penderita gagal ginjal ( eGFR < 15 mL/min ) dengan cuci darah /hemodialisis jangka panjang. Berlaku juga untuk eGFR kurang dr 30 mL/min tanpa hemodialisis dimana osteopenia sudah terjadi.Keadaaan ini disebut Hiperparatiroidisme sekunder, karena Diabetes Melitus/ Hipertensi.
Vitamin D3(25-OH) Total: Mengetahui kesehatan tulang untuk resiko osteopenia maupun osteoporosis . Kekurangan Vitamin D dapat mengakibatkan penyerapan kalsium menurun.

Penyakit Hemofilia

       
    Dalam anamnesa biasanya akan di dapatkan riwayat adanya salah seorang anggota keluarga laki-laki yang menderita penyakit yang sama yaitu adanya perdarahan abnormal. Beratnya perdarahn bervariawsia akan tetapi biasanya beratnya perdarahan itu sama dalam satu keluarga. Sering perdarahan akibat sirkulasi adalah manifestasi pertama pada seseorang menderita hemofili. Oleh karena perdarahan dimulai sejak kecil sehingga haemarhtros ( sebagai akibat jatuh pada saat kelenjar berjalan yang menyebabkan perdarahan sendi merupakan gejala yang paling sering dijumpai dari penderita hemofili ini.
   Hemofilia adalah kelainan genetik pada darah yang disebabkan adanya kekurangan faktor pembekuan darah. Hemofilia A timbul jika ada kelainan pada gen yang menyebabkan kurangnya faktor pembekuan VIII (FVII). Sedangkan, hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (FIX). Hemofilia A dan B tidak dapat dibedakan karena mempunyai tampilan klinis yang mirip dan pola pewarisan gen yang serupa.
    Hemofilia adalah salah satu penyakit genetik tertua yang pernah dicatat. kelainan perdarahan yang diturunkan yang terjadi pada seorang laki-laki tercatat dalam berkas Talmud pada Abad Kedua. Sejarah modern dari hemofilia dimulai pada tahun 1803 oleh John Otto yang menerangkan adanya anak yang menderita hemofilia. Pada tahun 1820, untuk pertama kalinya dilakukan ulasan tentang hemofilia oleh Nasse. Pembuktian adanya kecacatan pada proses pembekuan darah pada hemofilia dilakukan oleh Wright pada tahun 1893. Namun, faktor VIII (FVIII) belum teridentifikasi hingg tahun 1937 ketika Patek dan Taylor berhasil mengisolasi faktor pembekuan dari darah, yang saat itu disebut sebagai faktor antihemofilia (AHF)


2.1  Definisi

      Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan faktor pembekuan       VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B). Hemofilia berasal dari bahas Yunani Kuno,              yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih           sayang. Hemofilia adalah penyakit genetik/turunan, merupakan suatu bentuk kelainan perdarahan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya dimana protein yang diperlukan untuk pembekuan darah tidak ada atau jumlahnya sangat sedikit.Hemofilia adalah gangguan pendarahan yang disebabkan oleh defisiensi herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi (Wong, 2003 ).

2.2  Etiologi

      Penyebab Hemofilia adalah karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B). Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (FVIII) atau faktor IX (FIX), dikelompokkan sebagai hemofilia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X (Ginsberg, 2000). Oleh karena itu, semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah carier penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang carier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia. Dapat terjadi wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu carier), tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan(Hoffbrand, Pettit, 1993). 


2.3  Faktor-faktor  pembekuan darah


  • Fibrinogen
  • Prothrombin s
  • Tissue factor 
  • Calcium ions (Ca++)
  • Pro accelerin (labile factor)
  • Accelerin (derivat hipotetik dari FV) : tak dipakai lagi.
  • Pro convertin
  • Anti Hemophilic Factor (AHF)
  • Plasma thromboplastin component (PTC) = Christmas factor
  • Stuart-Prower Factor
  • Plasma Thromboplastin Antecedent (PTA)
  • Hageman Factor
  • Fibrin Stabilizing Factor = Laki Lorand Factor
Disamping itu ada beberapa faktor  pembekuan darah yang belum mendapat angka Romawi.

  • Fletcher factor = Prekalikrein (PK)
  • William factor = High Molecular Weight Kininogen (HMWK)

2.4 Pathofisiologi

    Hemofilia merupakan penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen resesif x-linked dari pihak ibuFaktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin  pada tempat pembuluh cidera Hemofilia berat terjadi apabila konsentrasi faktor VIII dan faktor IX plasma kurang dari 1 %.Hemofilia sedang jika konsentrasi plasma 1 % - 5 %.Hemofilia ringan apabila konsentrasi plasma 5 % - 25 % dari kadar normal.Manifestasi klinis yang muncul tergantung pada umur anak dan deficiensi faktor VIII dan IX.Hemofilia berat ditandai dengan perdarahan kambuhan, timbul spontan atau setelah trauma yang relatif ringanTempat perdarahan yang paling umum di dalam persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu dan pangkal paha.Otot yang tersering terkena adalah flexar lengan bawah, gastrak nemius, & iliopsoas.

2.5    Manifestasi Klinis

           1. Masa Bayi (untuk diagnosis)
                a.Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
                b.Ekimosis subkutan di atas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4 bulan)
                c.Hematoma besar setelah infeksi
                d.Perdarahan dari mukosa oral.
                e.Perdarahan Jaringan Lunak

           2.Episode Perdarahan (selama rentang hidup)
               a.Gejala awal      : nyeri
               b.Setelah nyeri    : bengkak, hangat dan penurunan mobilitas)
           3.Sekuela Jangka Panjang
              Perdarahan berkepanjangan dalam otot menyebabkan kompresi saraf dan fibrosis otot.Karna                faktor VII tidak melewati plasenta,kecenderungan pendarahan dapat terjadi dalam periode
             neonatal.kelinan diketahui bila pasien mengalami pendarahan setelah mendapat suntikan atau               setelah tindakan sirkumsisi.setelah pasien memasuki masa kanak- kanak aktif sering terjadi       memar atau hematoma yang hebat mesekalipun trauma yang mendahuluinya ringan.leserasi kecil ,seperti luka di bibir atau di lidah,dapat berdarah sampai berjamri-jam atau berhari-hari.gejala khasnya adalah hemartrosis(perdarahan sendi)yang nyeri dan menimbulkan keterbatasan gerak,dapat timbul spontan maupun akibat trauma ringan.

2.6    Komplikasi


  •  Artropati progresif, melumpuhkan
  • Kontrakfur otot
  • Paralisis
  • Perdarahan intra cranial
  • Hipertensi
  • Kerusakan ginjal
  • Splenomegali
  • Hsepatitis
  • AIDS (HIV) karena terpajan produk darah yang terkontaminasi.
  • Antibodi terbentuk sebagai antagonis terhadap faktor VIII dan IX
  • Reaksi transfusi alergi terhadap produk darah
  • Anemia hemolitik
  • Trombosis atau tromboembolisme

2.7    Uji Laboratorium dan Diagnostik


  • Uji Laboratorium (uji skrining untuk koagulasi darah)
  • Jumlah trombosit (normal)
  • Masa protrombin (normal)
  • Masa trompoplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor koagulasi intrinsik)
  • Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan sumbatan trombosit dalam kapiler)
  • Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnostik)
  • Masa pembekuan trompin
  • Biapsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
  • Uji fungsi hati (SGPT, SGOT, Fosfatase alkali, bilirubin



Friday, June 3, 2016

Acaman Serius Eklampsia Pada Ibu Hamil

        Eklampsia adalah masalah serius pada masa kehamilan akhir yang ditandai dengan kejang tonik-klonik atau bahkan koma. Eklampsia merupakan akibat yang ditimbulkan oleh pre-eklampsia dengan persentase kemunculan antara 0,3% sampai 0,7% pada negara berkembang.







Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi.

Pre-eklampsia adalah salah satu ka­sus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab kematian ibu. Ke­lainan ini terjadi selama masa kelamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pa­da ibu dan bayi. Kasus pre-eklampsia dan eklampsia terjadi pada 6-8% wanita hamil di Indonesia.     Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan, pre-eklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi(ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama.

resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut